Ya….. memang ironis, segalanya menjadi
terbalik mengherankan. Penerjemahanya menjadi hal yang tak terbesit. Putih
terpantul hitam, dan hitam terpantul putih. Realitas ini menjadi suatu
pemahaman yang tak terpahami , riskan untuk di mengerti , geli untuk di yakini
kebenaranya. Kenyataan terkadang datang dengan berjuta pertanyaan tanpa jawab,
menyisahkan keganjilan tanpa tepi.
Sudah menjadi hal maklum dan
membuming, bahwa eksistensi spesies manusia, kini
menjadi musibah nyata di kalangan dunia syetan dan iblis. Polah tingkah manusia
yang di luar nalar pekerti, dan terlalu hewani akhir akhir ini,
menyepak keperkasaan dari keangkeran kaum
syetan dan iblis. Kejahatan manusia melebihi kejahatan setan dan
iblis, sehingga di anggapnya sebagai ancaman nyata bagi
keberlangsungan dunia syetan. Ringkasnya, kini manusia seakan
menjelma menjadi syetan, dan sebaliknya syetan menjelma menjadi manusia.
Jadi ..
Dialah pak Ifrit, seorang pembesar
kaum syetan dan iblis yang sangat di segani. Di katakan dulu beliau salah satu
pahlawan dari tim sukses yang berhasil membujuk Hawa dan Adam untuk
memakan buah Khuldi, yang berimbas pengusiranya oleh Tuhan dari
tanah surga. Kealiman dan kearifanya terkenal di saentro dunia syetan. Fatwanya
di patuhi ( berlainan dengan MUI ) dan di implementasikan dengan
tindakan real oleh jama’ahnya.
Di bawah pohon beringin hitam, di
puncak bukit Cubu, pak Ifrit duduk termenung di kesendirianya. Dilihatnya
pemukiman pemukiman syetan yang berjejer siklikal rapi
terhampar luas tak berujung. Awan mendung membuyaran birunya langit,
memaksa burung burung berhenti dari riangnya terbang untuk segera pulang dan
menutup pintu. Mendung semakin menghitam, menyisahkan
kecengkraman di mana mana. Termasuk di bukit cubu, termasuk di hati pak Ifrit.
Kian memar hati pak Ifrit melihat
kenyataan. Dilematisasi melihat tabi’at akhlak manusia
yang semakin menggila tak berbudi. Manusia menggunakan akalnya guna membungkm
nurani demi legalisasi nafsu. Karena di lain sisi, kelakuan manusia
ini akan berparalel dan mempengaruhi kelanggengan dan keadem ayeman sikon
dunia syetan, terutama kehawatiran akan murkaNYA Tuhan dan mengkambing hitamkan
kaumnya atas apa yang terjadi pada manusia, yang pada
hakikatanya ulah manusia itu sendiri.
Di ambilnya buku kecil dari dalam sakunya Jum’at
pengajian di daerah Sanggarie. “ Ya saya pasti akan datang ” . Gumanya
pak Ifrit dalam hati, seakan menjawab sebuah pertanyaan dari buku itu. Sebuah
buku saku kecilnya yang berisikan padat jadwal manggung atau ceramahnya.
Sekedar untuk antisipasi kealpaan mengingat usianya yang semakin udzur.
Di lemparnya kembali matanya di hamparan luas
masyarakat syetan di ketinggian bukit Cubu di suasanan hatinya yang tak
menentu. Sesekali angin menerbangkan rambutnya yang terurai panjang, menjadikanya
ombak ombak kecil . Dan sesekali juga dedaunan dari pohon beringin hitam
jatuh meliuk liuk sembari mengayunkan melodinya, seakan
mencoba menghibur kesedihan dan kesendirian pak ifrit di
puncak bukit Cubu.
Pengajian di daerah
Sanggarie
Di bawah tarub megah nan mewah yang membentang
luas bak langit, yang di hiasi dengan permata dan mutiara yang penuh
berkilauan, sehingga nampak seperti bintang bintang berkelip. Tiang tiang yang
menjulang tinggi berbahan emas murni, kokoh menopang megahnya tarub
. Altarnya di hampari dengan karpet sutra lembut seperti selendang
bidadari, yang pastinya tidak di perjual belikan di dunia manusia .
Masyarakat syaitan daerah Sanggarie bermiliaran tumpah ruah di lapangan luas di
bawah tarub mewah tersebut, guna mendengarkan tausiah pak Ifrit.
Sepeti biasanya pak Ifrit selalu mengundang
banyak hadirin.
“Cek, cek, cek”. Mencoba pak Ifrit
dengan mic yang menggantung di kerah bajunya, sekaligus
sebagai isyarat meredamkan percakapan percakapan para jama’ah. “
Para hadirin yang terhormat dan berbahagia. Selamat sore semuanya “
. Sapa pak Ifrit meng muqoddimahi ceramahnya yang
di ikuti sahutan salam dari para jama’ah yang menggema.
“ Hadirin…. kita adalah spesies terhormat di
kalangan mahkluk makluk Tuhan. Panglima dari para malaikat dan jin,
terlebih keimanan dan loyalitas kita kepada Tuhan tak perlu di ragukan
kwalitasnya . Tetapi sayangnya, segalanya hanya menjadi sebuah
cerita, sebelum Tuhan dengan kebijakanya yang sulit di
pahami menyuruh seluruh mahkluk2NYA mengakui dan
bersujud akan kehebatan Adam. Mahkluk yang hanya terprodak dari
bongkahan tanah liat, berhati, ber otak dan bernafsu saja. Meskipun katanya
adam juga merupakan peralihan dari pewujudan antara binatang dan malaikat yang terbarometeri nafsu,
jasad dan hati. Meski saya melihatnya lebih banyak menyerupai
binatangnya, baik raga ataupun sifatnya. Mereka hanya berkostum saja sehingga
terlihat menawan. Jadi mengikrarkan kehebatanya menjadi korelasi
yang tak waras, terlebih kita spesies unggulan”. Hentaknya dengan suara
meninggi pak Ifrit membawa suasan ceramahnya di hadapan jama’ah yang
membludak.
“ Khalifatun fil ard”. Menjadi
keputusan Tuhan yang begitu meragukan kefalidanya. Bagimana tidak, manusia dari
berbagai sisi sama sekali belum layak dan completable untuk
menyandang predikat tersebut. Pertumpahan darah, pengrusakan, pendustaan menjadi
cemilan harian yang wajar pada keseharian manusia.
Antar agama saling tikam menikam berebut
kebenaran atas nama Tuhan, berdalih dengan berdalil. Antar negara saling baku
hantam berebut kekuasaan dan ego dalam rangka pengakuan dan legalitas. Bahwa
dialah si Adidaya, bahwa dialah si cecunguk. Antar golongan saling
tuding menuding menjatuhkan mengalpakan kemanusiaan. Pribadi hanya
ingat perutnya sendiri, dan kelompok hanyak memikirkan kepentingan sepihak dan
nepotismenya. Saling klaim mengklaim kebanaran menjadi hal umum.
Manusia memang keterlaluan dalam mengangkat dirinya sendiri,
sebab secara tidak langsung sama hal nya manusia merendahkan Tuhan.
Karena ia telah mengangkat ilmunya sama dengan ilmu Tuhan. Atau sebaliknya,
merendahkan ilmu Tuhan sama dengan ilmunya.
Kini manusia dari presentasenya mengalami
degradasi moral yang tak berkesudahan. Kebenaran dan kebaikan menjadi hal yang
aneh dan tercela. Asing seperti permata di tetumpukan kotoran. Kecelaan dan
kebiadaban menjadi hal wajar yang pantas dan layak. Malahan demonstrasinya di
pamer pamerkan tanpa malu. Mereka telah mengamnesiakan definisi
kebaikan dan kebenaran yang menjadi fitrahnya. Tertutupi dan terburamkan akibat
pekatnya amoral yang menumpuk membludak”.
Para hadirin tertegun khusyu’ mendengar
ceramahnya pak Ifrit yang begitu menghentak menyayat hati. Tanpa disadari
mereka seperti patung patung hidup, tak bergeser meski lalat meng endap endap
di sela hidung mereka.
“ Para hadirin yang terhormat , sebejat apapun
kaum kita, toh kita masih meyakini seyakin yakinya bahwa Tuhan adalah Sang
Mahanya Maha, di hadapanNYA kita hanyalah ketiadaan yang tak berarti apapun.
Berbeda dengan manusia, dengan segala keterbatasanya, yang cuman mengagungkan
otak yang sekutil hebatnya, merasa dirinya menjadi sehebat
Tuhan. Bahkan sebagian mencemoohNYA. Entah mengapa manusia menganggap
dirinya sedemikiran pintarnya, sehingga ia merasa tak perlu berTuhan. Mereka
mengatakan, bahwa mereka tidak butuh kepada sesuatu yang tak dapat dibuktikan.
Padahal berTuhan adalah hal yang fitrawi.
Atau sebagian dari manusia terlalu berlebihan
melibatkan Tuhan dari sisi 'magic' nya saja, sehingga menelantarkan Ayat ayat
SunnatuallahNYA atau hukum alamNYA. Di padakanya Tuhan seperti Om
Jin yang dengan gampangnya.." sim salabimm ". Segalanya
terasa beres res res, spontan dan seketika. Tanpa
bersusah susah, tanpa do'a dan tanpa loading.
Manusia kehilangan rasa kemanusiaanya,
kehilangan rasa berTuhanya. Sifatkemalaikatan yang semakin terpupus
terganti dengan sifat hewaniyyahnya yang semakin ‘parah’ .
“ HIDUP SYETAN,,, HIDUP
SYETAN !!! “ . Hamburan suara para jama’ah setan yang
spontanitas, bentuk dari nasionalismenya yang terhipnotis dengan pidato pak
Ifrit yang memang ‘panas’ dan menghentak. Seperti pak Soekarno,
padananya jika di dunia manusia.
Terlepas dari keanehan
“ Astagfirullah …atagfirullah …”. Layaknya
seperti orang yang melihat gunung meletus, kaget dan panik seketika. Saya
terbangun dari tidur dengan perasaan yang begitu hambar dan membingungkan. Saya
tampar pipi saya memastikan bahwa saya baru dari mimpi. “ Alhamdulillah,
memang hanya mimpi “. Gumanku dalam hati lega.
“ Allahu Akbar Allahu Akbar…”. “ Afif
hayoo cepat bangun sudah magrib. Jangan lupa kamu punya jadwal ngajarin ngaji
anak anak di mushola!! “. Teriak ibuku membangunkan
dari lantai satu. “ Iya,,iya saya sudah bangun bu !!
“. Teriakku menjawab guna menghindari omelanya.
Memang benar kata ibu, untuk jangan
tidur di sorean hari mendekati maghrib, karena bisa menimbulkan
kegilaan. Setan setan banyak berkeliaran di wakti itu. Ku
langkahkan kaki ke tempat wudhu, meski kepala terasa pening, sekalian
mengakhiri efek mimpi aneh barusan .
“ Ya Allah, berikanlah
hamba perlindungan dari godaan syaitan yang terkutuk”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar