Oleh : Lailatul Dzikra Nasir
Assalamuaalaikum wr, wb
Teruntuk kawanku
Syifa, di penghujung senja sedang apakah kau gerangan? Adakah kabarmu dalam
keadaan baik? Ingatanku tak luput mendoakanmu, kawan dunia dan akhirat, aku
berharap Allah melindungimu di setiap helaan napasmu.
Kawan,
terakhir kita bertatap muka 2 tahun, lalu dinaungi oleh atmosfer bahagia.
Apakah kau masih menggila, aku harap iya aku rindu gilamu kawan. Aku rindu
bertatap muka denganmu, membicarakan imajinasi-imajinasi gila dan juga mimpi-mimpi.
Sekarang, kita, kau dan aku sudah menempuh jalan masing-masing, tak ada di
cerita, dan khayalan konyol kita.
Aku ingat di
siang hari bulan April, selepas menyantap makan siang buatan etek dapur asrama
yang sangat legendaris, kau berbisik padaku, bahwa aku harus keluar dari zona
nyaman. Apakah kau ingat pernah mengatakannya?,
kuharap kau ingat. Kawanku Syifa sekarang aku tak lagi di zona nyaman sama
sekali, kau tahu sekarang aku di sini, Maroko, luar negeri,tapi kawan Jangan
kau bayangkan indahnya luar negeri, aku bukan orang hebat, disini aku bagaikan
tahi lalat di antara orang orang hebat.
Kabar tiket
pesawat keberangkatan kami hangus gosong terbakar apakah sampai ke telingamu
kawan, diakibatkan delay dari bandara padang yang begitu lama. Ah tak usah
kuceritakan disini mungkin kau juga sudah dengar. Masa lalu itu, akhirnya untuk
pertama kalinya aku menginjakan kaki di lantai bandara Cassablanca, Maroko. Seakan
pertanda jalan hidup, rutinitas dan budaya yang akan ku tempuh dan lalui untuk
bertahun tahun kemudian akan berubah, tak lagi sama. Pagi itu satu yang aku
sadari aku merindu, rindu pada nasi, ingin berjumpa. Ingin merasakan nikmatnya hampir
gila rasanya perut ini kawan, bagaimana tidak disini tak akan kau jumpai rumah makan
yang ada hanyalah rumah roti yang berserak dimana mana. Hingga akhirnya dengan
izin Allah lewat perentara kakak kelas, Allah memberi kesempatan perut ini
untuk bercengkrama dengan nasi, tuntas sudah rinduku pada nasi, untuk saat ini tak
tau nanti.
Tak luput
dari 4 musim, panas terik, daun berguguran, badai yang dingin dan di saat bunga-bunga
bersemi indah. Sesampai aku di Maroko disambut oleh dinginnya Maroko kawan. Tak
banyak persiapanku untuk menemui dinginnya Maroko hanya jaket abu-abu dan sweter lake toba. Masa lalu itu lagi, di saat
rumah sunyi, di saat yang terdengar hanya bisikan bisikan syahdu pelajar yang
mempersiapkan jawaban untuk ujian. Disaat itu ingin rasanya aku lebih memilih mempersiapkan
perjalananku ke pulau kapuk dari pada mempersiapkan jawaban untuk ujian. Kawan
untuk pertama kalinya aku akan diuji dengan pertanyaan bahasa arab, dan aku
harus menjawabnya, bingung, aku tak tahu apa apa, apalagi aku harus menghafal
dengan bahasa arab, menghafal dengan bahasa ibu saja aku susah apalagi bahasa
arab kawan, terbayang jikalau kau tetap kesini mungkinkah kau bantu aku
meringankan beban menghafal ini ? Hari ujian tiba aku dengan polos menjawab
soal dengan seaadanya apa yang terlintas di otak ku, tak serius. Akhirnyapun nilaiku
tak serius, tak enak dipandang. sampai detik ini pun aku masih mencari arti
sebuah kata bahasa arab di kamus online kawan.
Banyak tantangan kau tak akan kuat, biar aku saja. kau di
sini untuk ekspedisi dan jalan-jalan cantik saja, akanku temani jika aku libur.
Di surat ini aku akan sedikit bercerita manis asam pahitnya Moroko, nano nano
rasanya.
Bukan
kepalang baiknya orang sini, pernah sekali tiba-tiba ada yang menelepon kakak kelas,
bilang dia sudah di bawah, depan pintu, bawa banyak makanan, yang banyaknya
cukup untuk persediaan 3 hari, untuk 21 mulut manusia. Di kesempatan lain,
induk semang rumah datang, bawa makanan banyak, tak lupa amplop berwarna coklat
bun dia bawa, dibagi-bagi kepada kami masih 21 orang. Isi nya, ah tak baik
disebut, buat bahagia luar dalam, mempertebal dompet, memperlebar senyum. Lain
cerita jika diundang bertandang ke rumah teman kelas orang Maroko, aishhh kenyang
betul kawan, buncit kau pulang dari sana, bagaimana tidak, sampai sana kau di
beri hidangan khas Maroko berupa tojine – semacam gulai khas Maroko- ayam /
daging, porsinya tak tanggung kadang satu meja di kasih 2 ekor ayam atau lebih,
selanjutnya diberi buah, buahnya tak main segar-segar, 2 sampai 3 macam buah,
makanlah sepuasnya sampai buncit. Hidangan terakhir, penetup sebelum kau pulang
dengan buncitnya berupa kue-kue manis beserta teh khas Maroko, jangan tanya
nikmatnya kawan, manis , sungguh manis.
Lain cerita
asamnya kawan. Di sini sering kali kita Indonesia diteriaki shinwa - Cina- tak tau aku, dari mana
pula datangnya tampang tampang Cina, setahuku orang Cina kulitnya putih kawan
tak macam aku, tapi tak bosannya mereka panggil aku shinwa. Ini cerita ku, di
pasar ramai tiba-tiba ada yang mendekatiku bertanya apakah aku Korea? Aku Korea,
what ? dari mana pula miripnya aku dengan
orang Korea, terlintas di kepalaku, apa aku sekilas seperti Yoona SNSD?,
akhirnya aku jawab aku Indonesia, tanpa babibu dia pergi kawan, tanpa sepatah
kata, tanpa senyuman sungguh tak sopan. Asam sangat rasanya, besok-besok jika
ada yang bertanya aku Korea apa bukan aku akan jawab anyeong aseo, biar mereka minta poto sekalian tanda tangan.
Hati-hati
kawan, itu pesan dariku dan dari semua WNI yang ada di Maroko jika kau kesini,
pasalnya bukan sekali dua kali, sudah lebih banyak korbannya, tak cuma pria, wanita
dan anak-anak pun kena korbannya. Perampokan, jambret dan apalah namanya,
keseringan sasaran mereka adalah benda canggih persegi panjang, yang bisa di
bawa kemana-mana. Cerita singkatnya, malam itu setelah pulang pengajian tiba-tiba
ada yang lari-lari ke dalam rumah bilang ada yang kecopetan, rumah yang awalnya
sunyi mendadak berubah menjadi macam pasar baju, semua berkumpul mendekati sang
pembawa kabar, bertanya, siapa yang kena copet?, ada yang luka? dan bla bla,
banyak. Sang pembawa kabar dengan napas ngos-ngosan menjawab pertanyaan dengan
sabar, yang kena copet anaknya bapak KBRI, yang di copet kotak canggih persegi
panjang, keadaan korban sekarang baik-baik saja ,tak menangis hanya waktu kejadian
dia teriak he take my phone, pahit
rasanya kawan, bagi korban dan kami semua takut.
2 tahun,
baru seumur jagung masih banyak pengalaman hidup yang akan aku dan kau jumpai,
tak usah kau balas surat ini, cukup kau datang bersama petai, sambel terasi dan
juga titipanku sudah amat cukup. Aku rindu kau. Datang dan mari bertatapan muka,
bercerita, memperbarui imajinasi gila kita, bercerita hingga bulan bosan dengan
kita, di temani 2 gelas kopi, dan 2 mangkuk mi kuah, buatan kau.
Sudah dulu
kawan, senja sudah akan pergi, aku harus menyambut purnama datang, salam hangat
dari angin Afrika untuk angin Asia yang kurindukan.
Maroko, 15 November 2019
Di penghujung gugurnya bunga.
Shofie
Hbd dzikkk,,
BalasHapusBagus ceritanya uni..semangat uni.
BalasHapus