Habib Idrus Bin Salim
Aljufri adalah sosok yang tidak asing lagi bagi masyarakat Sulawesi Tengah
khususnya daratan lembah Palu. Habib Sayyid Idrus bin Salim al-Jufri atau yang akrab
disapa dengan sebutan Guru Tua ini merupakan keturunan Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam. yang lahir di Tarim, Hadramaut, Yaman 15 Maret 1892 -
meninggal di Palu, Sulawesi Tengah 22 Desember 1969 pada usia 77 tahun. Meskipun
lahir di Yaman, didalam darah Guru Tua masih mengalir darah Indonesia, ibunya
Syarifah Nur memiliki hubungan keluarga dengan Aru Matoa, Raja di Wajo Sengkang.
Guru Tua selain dikenal sebagai tokoh pendidikan di Sulawesi Tengah juga
dikenal sebagai tokoh nasionalis dan anti kolonialis. Kesetiaan dan
kekagumannya pada Soekarno diungkapkan dalam sebuah sya'ir kemerdekaan yang
ditulis Guru Tua tahun 1945. Habib Idrus
jugalah yang mengusulkan kepada Soekarno agar merah putih menjadi warna Bendera
Negara Republik Indonsia.
Perjalanan pertama
Guru Tua ke Indonesia yaitu pada tahun 1908 saat beliau berusia kurang lebih 17
tahun, dilakukan bersama ayahanda beliau dengan tujuan untuk menjenguk ibunda
tercinta Syarifah Nur Aljufri dan kedua saudaranya Habib Alwi dan Habib Syekh
yang terlebih dahulu pergi ke indonesia. Kemudian
pada tahun 1922 beliau pergi ke Indonesia untuk yang kedua kalinya, tapi kali
ini misinya berbeda selain untuk menjenguk ibunda dansaudaranya,. Imperialisme Inggris
yang selama ini ditentangnya menjadikannya menetapkan langkah untuk berdakwah sampai
ke bumi nusantara.
Sebelum Guru Tua
memulai perjalanannya ke Indonesia Timur, Guru Tua sempat tinggal beberapa lama
di beberapa tempat di pulau Jawa seperti Pekalongan, Solo dan Jombang. Pada
saat di Pekalongan Guru Tua menikah dengan Syarifah Aminah binti Thalib Aljufri.
Bersama Syarifah Aminah beliau dikaruniai 2 anak yaitu Syarifah lulu' dan
Syarifah Nikmah. Ketika itu beliau menjalani hidup sambil berjualan batik namun
karena kecintaan beliau terhadap dunia pendidikan yang memaksanya untuk
meninggalkan perdagangan dan berpindah ke Solo. Di Solo Habib Idrus bersama
dengan muridnya Sayid Ahmad Bin Muhammad mendirikan sebuah madrasah yang bernama
" Perguruan Arrabithah al-Alawiyah". Di tahun 1926 beliau pindah ke Jombang
dan bertemu dengan Hadratussyeikh Hasyim Asy'ari. Keduanya menjalin keakraban
dan persaudaraan yang sangat erat.
Tidak berselang lama Habib Idrus memulai perjalanannya ke Indonesia
Timur. Beliau menjelajahi banyak daerah seperti Bacan, Jailolo, Morotai,
Patani, Weda dan Kayoa di Maluku. Pada tahun 1929 atas ajakan kakaknya Habib Alwi
bin Salim al-jufri beliau berlayar menuju Manado.
Pada tahun 1930 Guru
Tua hijrah ke Palu. Di tahun yang sama tanggal 11 juni beliau mendirikan madrasah
atas persetujuan pemerintah Hindia-Belanda yang beliau beri nama Al-Khairaat.
Nama Al-Khairat diilhami dari beberap ayat Alquran yang selalu mengingatkan
agar umat Islam selalu berlomba-lomba dalam kebaikan. Al-Khairaat itu sendiri
sekarang telah menjadi lembaga pendidikan terbesar di Indonesia Timur.
Sebelum Habib Idrus
menginjakkan kaki di Indonesia beliau sudah lebih dulu berjuang untuk
membebaskan tanah kelahirannya yaitu Hadramaut Yaman dari koloni Inggris. Oleh
sebab itu sesampainya di Palu semangat anti kolonialisme Habib Idrus masih tumbuh
berkobar. Al-Khairaat beliau dirikan disamping untuk tujuan berdakwah menyebarkan
ajaran Nabi Muhammad SAW. disana juga beliau menyebarkan doktri-doktrin
nasionalisme. Karena pendidikan merupakan senjata paling ampuh yang dimiliki
Habib Idrus Bin Salim Aljufri dalam memerangi kolonialisme Belanda dan Jepang
di Lembah Palu saat itu. Meskipun Al-Khairaat berdiri atas persetujuan
Hindia-Belanda tak serta merta membuat Al-Khairaat luput dari pengawasan
mereka, bahkan mereka kerap kali melarang proses belajar mengajar terhadap anak
bangsa karena mereka khawatir dengan pendidikan yang dibawa oleh Habib Idrus. Namun
karena semangat anti kolonialisme yang dimiliki Habib Idrus membuat beliau tetap
gigih memberikan pengajaran kepada anak bangsa yang telah lama larut dalam
kebodohan bersama dengan pendidikan ala kolonialisme.
Atas jasa beliau
membangun bangsa dan negara Indonesia, Habib Idrus Bin Salim Aljufri
mendapatkan Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana, yang merupakan
penghargaan tertinggi setelah Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia.
Bintang ini adalah Bintang Mahaputera Tingkat II. Dan untuk mengenang jasa
beliau nama Sayyid Idrus Bin Salim Aljufri diabadikan sebagai nama baru bandara
Kota Palu dan Provinsi Sulawesi Tengah.
Masyarakat kota Palu,
khususnya suku Kaili, dan Walikota palu menginisiasi untuk mengangkat Habib
Idrus Bin Salim Aljufri sebagai Pahlawan Nasional. Kemudian Longki Djanggola
selaku Gubernur Sulawesi Tengah mengirimkan proposal pengusulan tersebut kepada
Kementerian Sosial,yang saat itu Menteri Sosial dijabat oleh Habib Salim
al-Jufri yang juga cucu ustaz Tua. Namun karena status kewarganegaraan Habib
Idrus Bin Salim Aljufri membuat beliau tidak dapat diangkat sebagai Pahlawan
Nasional.
Terlepas dari semua itu diakui atau tidak status Guru Tua sebagai
Pahlawan Nasional, namun peran beliau dalam mengobarkan semangat kemerdekaan
dan membebaskan umat Islam dari kebodohan menjadi bukti nyata bahwa jiwa
nasionalisme Guru Tua sangat besar dan nyata karena itu sangat wajar kalau
pemerintah provinsi Sulawesi Tengah telah mebgusulan agat Guru Tua di angkat
menjadi Pahlawan Nasional.
Dari potongan kisah Guru Tua kita bisa melihat
bahwa beliau merupakan tokoh yang anti
kolonialisme, dan walaupun Indonesia bukan tanah kelahirannya tetapi beliau
sangat peduli dengan perjuangan kemerdekaan Indonesia karena negara ini
mayoritas penduduknya Bergama Islam. Dan juga kita bisa belajar arti penting cinta
tanah air.
° ° ° ° ° ° °
Syair Kemerdekaan
Habib Idrus Bin Salim Aljufri
راية العز رفرفي في سمآء * أرضها وجبالها خضرآء
Berkibarlah bendera kemuliaan di angkasa * daratan dan
gunung-gunungnya hijau
إن يوم طلوعها يوم فخر * عظمته الأبآء والأبنآء
Sungguh hari kebangkitannya adalah hari kebanggaan * orang-orang
tua dan anak-anak memuliakannya
كل عام يكون لليوم ذكرى * يظهر الشكر فيها والثنآء
Tiap tahun hari itu menjadi peringatan * muncul rasa syukur dan
pujian-pujian padanya
كل أمة لها رمز عز * ورمز عزنا الحمراء والبيضآء
Tiap bangsa memiliki simbol kemuliaan * dan simbol kemuliaan kami
adalah merah dan putih
يا سوكارنو حييت فينا سعيدا * بالدواء منك زال عنا الدآء
Wahai Sukarno! Engkau telah jadikan hidup kami bahagia * dengan
obatmu telah hilang penyakit kami
أيها الرئيس المبارك فينا * عندك اليوم للورى الكميآء
Wahai Presiden yang penuh berkah untuk kami * engkau hari ini
laksana kimia bagi masyarakat
باليراع وبالسياسة فقتم * ونصرتم بذا جائت الأنبآء
Dengan perantara pena dan politikmu kau unggul * telah datang
berita engkau menang dengannya
لا تبالوا بأنفس وبنين * في سبيل الأوطان نعم الفدآء
Jangan hiraukan jiwa dan anak-anak * demi tanah air alangkah
indahnya tebusan itu
خذ إلى الأمام للمعالي بأيدي * سبعين مليونا أنت والزعمآء
Gandengkan menuju ke depan untuk kemuliaan dengan tangan-tangan *
tujuh puluh juta jiwa bersamamu dan para pemimpin
فستلقى من الرعايا قبولا * وسماعا لما تقوله الرؤسآء
Pasti engkau jumpai dari rakyat kepercayaan * dan kepatuhan pada
apa yang diucapkan para pemimpin
واعمروا للبلاد حسا ومعنى * وبرهنوا للملا أنكم أكفآء
Makmurkan untuk Negara pembangunan materil dan spiritual * buktikan
kepada masyarakat bahwa kamu mampu
أيد الله ملككم وكفاكم * كل شر تحوكه الأعدآء
Semoga Allah membantu kekuasaanmu dan mencegahmu * dari kejahatan
yang direncanakan musuh-musuh seteru..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar