عَلَيكَ بِتَقوى اللَهِ في السِرِّ وَالعَلَنِ # وَقَلبَكَ نَظِّفهُ
مِنَ الرِجسِ وَالدَرَن
وَمُخالِفٍ هَوى النَفسِ الَّتي لَيسَ قَصدَها # سِوى الجَمعِ لِلدارِ
الَّتي حَشوُها المِحَنِ
وَاِصحَب ذَوي المَعروفِ وَالعِلمِ وَالهُدى # وَجانِب وَلا تَصحَب
هَدِيَّتَ مَنِ اِفتَتَنِ
فَإِن تَرضَ بِالمَقسومِ عِشتَ مُنَعَّماً # وَإِن لَم تَكُن تَرضى
بِهِ عِشتَ في حُزنِ
وَصَلِّ بِقَلبٍ حاضِرٍ غَيرَ غافِلٍ # وَلا تُلهَ عَن ذِكرِ
المَقابِرِ وَالكَفَنِ
وَما هَذِهِ الدُنيا بِدارِ إِقامَةٍ # وَما هِيَ إِلّا كَالطَريقِ
إِلى الوَطَنِ
وَما الدارُ إِلّا جَنَّةٍ لِمَنِ اِتَّقى # وَنارٌ لِمَن لَم يَتَّقِ
اللَهِ فَاِسمَعنِ
رَبِّ عامِلنا بِلُطفِكَ وَاِكفِنا # بِجودِكَ وَاِعصِمنا مِنَ الزيغِ
وَالفِتَنِ
وَوَفِّق وَسَدِّد وَأَصلِحِ الكُلَّ وَاِهدِنا # لِسُنَّةِ خَيرِ
الخَلقِ وَالسَيِّدُ الحُسنِ
عَلَيكَ صَلاةُ اللَهِ ثُمَّ سَلامُهُ # صَلاةً وَتَسليماً إِلى آخِرِ
الزَمَنِ
Qasidah ini menjadi salah satu qasidah
yang sangat berkesan bagi saya. Bagaimana tidak, bait-bait wasiat ini hampir
tidak lepas mengisi tahun akhir saya di pesantren. Sebagian besar bait wasiat
ini selalu bergema di ruang kelas saya setiap Selasa siang, juga di kelas
sebelah pada jam pelajaran berikutnya dengan mata pelajaran yang sama,
Balaghah. Bait-bait wasiat yang dulunya
hanya saya senandungkan sambil lalu, sekadar mengikuti perintah ustadz pengajar
sebelum mulai membahas tasybih dan kawan-kawannya. Bait-bait wasiat yang entah
mengapa tiba-tiba saja mampir ke pikiran saya beberapa saat setelah menerima
pesan yang meminta saya menulis sebaris-dua baris untuk mengisi Mingguan Menulis PPI Maroko. Bait-bait
wasiat yang terlambat saya sadari betapa dalam isinya, membuat saya mengerti
alasan ustadz saya begitu menekankan qasidah ini kepada murid-muridnya, berulang
kali berujar untuk tidak melupakannya setelah lulus dari pesantren nanti. Bait-bait
wasiat dari ‘Allamah Abdullah bin Alawi al-Haddad, seorang ulama asal Yaman.
Di awal qasidah, beliau berpesan
untuk bertaqwa kepada Allah dalam segala keadaan, baik sembunyi maupun
terang-terangan, dalam sunyi maupun di tengah keramaian, ketika sendiri maupun beramai-ramai.
Juga untuk membersihkan hati dari segala kotoran dan penyakit hati yang
menyerang. Di bait berikutnya, beliau memberi nasehat untuk memerangi hawa
nafsu yang tidak lain hanya menggiring kita untuk mengutamakan kehidupan dunia
dibanding akhirat, dan membawa kita ke dalam kesengsaraan. Beliau juga
berwasiat untuk bersahabat dengan mereka yang baik, berilmu, dan berakhlak
mulia, dengan tujuan dapat meneladani perilaku baik mereka. Juga menghindari
persahabatan dengan mereka yang berakhlak buruk dan ahli maksiat. Selanjutnya,
untuk menerima segala ketetapan Allah karena mereka yang ridha dan bersyukur
atas takdir tentu akan merasa hidupnya bahagia dan penuh nikmat. Berbeda dengan
yang tidak terima, sibuk protes, mempertanyakan banyak hal, kenapa harus
begini, mengapa tidak begitu. Tentu mereka hidupnya tidak nyaman karena
kurangnya syukur. Lalu, beliau berpesan untuk menghadirkan hati dalam sholat
dan tidak lalai dalam sholatnya. Serta untuk selalu mengingat kematian yang
niscaya akan datang, agar senantiasa sadar bahwa dunia hanya tempat singgah
dalam perjalanan menuju kampung halaman sebenarnya. Yakni surga bagi mereka
yang bertakwa, dan neraka bagi mereka yang durhaka. Pada akhirnya, beliau
menutup qasidah ini dengan berdo’a kepada Allah Ta’ala untuk melimpahkan kelembutan
kasih-Nya, mencukupkan kita dengan kedermawanan-Nya, dan melindungi kita dari
segala macam kesesatan dan fitnah, serta memberi kita taufiq dan hidayah dalam
mengikuti jalan Rasulullah SAW.
Tidak lain
tulisan ini sebagai pengingat bagi diri saya sendiri sebelum orang lain, dan
tidaklah yang menulis lebih paham dan mampu mengamalkan daripada yang membaca.
والله وليّ التوفيق
Emang yah, you are what you read. Tulisan & gagasan yg ada pasti refleksi dr apa yg dibaca. Bagus bgt tulisannya Layyin. Ingin baca lebih ✨
BalasHapus